Bagaimana Konsep Pendidikan Anak

KONSEP PENDIDIKAN ANAK   A.     Pengertian Pendidikan Anak Istilah pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu pada term a l ...

Rabu, 05 Mei 2021

Apa saja Metode Pendidikan Akhlak

 Metode Pendidikan Akhlak

Berbicara mengenai masalah pembinaan dan pembentukan akhlak sama dengan berbicara mengenai tujuan pendidikan. Karena banyak sekali dijumpai pendapat para ahli yang mengatakan tujuan pendidikan adalah pembentukan dan pembinaan akhlak mulia. Ada dua pendapat terkait dengan masalah pembinaan akhlak. Pendapat pertama mengatakan bahwa akhlak tidak perlu dibina. Menurut aliran ini akhlak tumbuh dengan sendirinya tidak perlu dibina. Akhlak adalah gambaran batin yang tercermin dari perbuatan. Pendapat kedua mengatakan bahwa akhlak adalah hasil dari pendidikan latihan pembinaan dan perjuangan keras serta sungguh-sungguh. Menurut Imam Ghazali dikutip Fathiyah Hasan berpendapat sekiranya tabiat manusia tidak mungkin dapat dirubah, tentu nasehat dan bimbingan tidak ada gunanya. Beliau menegaskan sekiranya akhlak itu tidak dapat menerima perubahan niscaya fatwa, nasehat dan pendidikan itu adalah hampa.[1]

Namun dalam kenyataannya di lapangan banyak usaha yang telah dilakukan orang dalam membentuk akhlak yang mulia. Lahirnya lembaga-lembaga pendidikan dalam rangka pembinaan akhlak akan semakin memperkuat pendapat bahwa akhlak memang perlu dibina dan dilatih. Karena islam telah memberikan perhatian yang besar dalam rangka membentuk akhlak mulia. Akhlak yang mulia merupakan cermin dari keimanan yang bersih. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, metode diartikan dengan cara yang teratur dan terpikirkan baik-baik untuk mencapai suatu maksud. Adapun metode pendidikan adalah :

1.      Metode Keteladanan

Metode keteladanan yaitu suatu metode pendidikan dengan cara memberikan contoh yang baik kepada peserta didik, baik di dalam ucapan maupun perbuatan.[2]

Keteladanan merupakan salah satu metode pendidikan yang diterapkan Rasulullah dan paling banyak pengaruhnya terhadap keberhasilan menyampaikan misi dakwahnya. Ahli pendidikan banyak yang berpendapat bahwa pendidikan dengan teladan merupakan metode yang paling berhasil guna. Abdullah Ulwan misalnya sebagaimana yang dikutip oleh Hery Noer Aly mengatakan bahwa pendidik akan merasa mudah mengkomunikasikan pesannya secara lisan. Namun anak akan merasa kesulitan dalam memahami pesan itu apabila pendidiknya tidak memberi contoh tentang pesan yang disampaikannya.[3] Hal ini disebabkan karena secara psikologis anak adalah seorang peniru yang ulung. Murid-murid cenderung meneladani gurunya dan menjadikannya sebagai tokoh identifikasi dalam segala hal.

Teladan yang baik dianggap sebagai pengaruh paling penting dan paling dalam dari pendidikan dalam islam.Keteladanan yang baik bisa membangun seseorang, dan keteladanan yang jahat bisa menghancurkan nya. Karena keteladanan yang baik merupakan salah satu cara untuk memperoleh kemuliaan dan contoh hidup bagi pelaku dasar yang mulia dalam kehidupan, maka islam menjadikannya sebagai media untuk meningkatkan kualitas masyarakat islam ke tingkat perilaku yang sempurna.[4]

2.      Metode Pembiasaan

Pembiasaan menurut M.D Dahlan seperti dikutip oleh Hery Noer merupakan proses penanaman kebiasaan.Sedang kebiasaan (habit) adalah cara bertindak yang persistent, uniformdan hampir-hampir otomatis (hampir tidak disadari oleh pelakunya).[5]

Pembiasaan tersebut dapat dilakukan untuk membiasakan pada tingkah laku, keterampilan, kecakapan dan pola pikir. Pembiasaan ini bertujuan untuk mempermudah melakukannya. Karena seseorang yang telah mempunyai kebiasaan tertentu akan dapat melakukannya dengan mudah dan senang hati. Bahkan sesuatu yang telah di biasakan dan akhirnya menjadi kebiasaan dalam usia muda itu sulit untuk dirubah dan akan tetap berlangsung sampai hari tua. Maka diperlukan terapi dan pengendalian diri yang sangat serius untuk dapat merubahnya.

Abdullah Nashih Ulwan mengatakan bahwa pendidikan dengan metode pengajaran dan pembiasaan adalah termasuk prinsip utama dalam pendidikan dan merupakan metode paling efektif dalam pembentukan akidah dan pelurusan akhlak anak. Sebab pendidikan ini didasarkan pada perhatian dan pengikutsertaan, didirikan atas dasar targhib dan tarhib serta bertolak dari bimbingan serta pengarahan. Mendidik dan membiasakan anak sejak kecil adalah upaya yang paling terjamin berhasil dan memperoleh buah yang sempurna. Sedangkan mendidik dan melatih setelah anak berusia dewasa, maka jelas di dalamnya terdapat kesulitan-kesulitan bagi orang-orang yang hendak mencari keberhasilan dan kesempurnaan.[6]

3.      Metode Memberi Nasihat

Abdurrahman Al-Nahlawi sebagaiman dikutip oleh Hery Noer Aly mengatakan bahwa yang dimaksud dengan nasihat adalah penjelasan kebenaran dan kemaslahatan dengan tujuan menghindarkan orang yang dinasehati dari bahaya serta menunjukkannya ke jalan yang mendatangkan kebahagiaan dan manfaat.[7]

Dalam metode memberi nasihat ini pendidik mempunyai kesempatan yang luas untuk mengarahkan peserta didik kepada berbagai kebaikan dan kemaslahatan umat. Diantaranya dengan menggunakan kisah-kisah Qur’ani, baik kisah Nabawi maupun umat terdahulu yang banyak mengandung pelajaran yang dapat dipetik.

Metode memberi nasehat mendapat peranan yang besar dalam pendidikan islam, karena kedudukannya sebagai media terpenting dalam pendidikan yang berpengaruh dalam membentuk keimanan anak dan dalam mempersiapkan moral, psikologi dan sosialnya.[8]

4.      Metode Motivasi dan Intimidasi

Metode motivasi dan intimidasi dalam bahasa arab disebut dengan uslub al-targhib wa al-tarhib atau metode targhib dan tarhib. Targhib berasal dari kata raggaba yang berarti menyenangi, menyukai dan mencintai. Kemudian kata itu dirubah menjadi kata benda targhib yang mengandung makna suatu harapan untuk memperoleh kesenangan, kecintaan dan kebahagiaan yang mendorong seseorang sehingga timbul harapan dan semangat untuk memperolehnya.[9] Metode ini akan sangat efektif apabila dalam penyampaiannya menggunakan bahasa yang menarik dan meyakinkan pihak yang mendengar. Oleh hendaknya pendidik bisa meyakinkan muridnya ketika menggunakan metode ini. Namun sebaliknya apabila bahasa yang digunakan kurang meyakinkan maka akan membuat murid tersebut malas memperhatikannya.

Sedangkan tarhib berasal dari kata rahhaba yang berarti menakut-nakuti atau mengancam. Menakut-nakuti dan mengancam sebagai akibat melakukan dosa atau kesalahan yang dilarang Allah atau akibat lengah dalam menjalankan kewajiban yang diperintah Allah. Penggunaan metode motivasi sejalan dengan apa yang ada dalam psikologi belajar disebut sebagai law of happiness atau prinsip yang mengutamakan suasana menyenangkan dalam belajar.[10] Sedang metode intimidasi dan hukuman baru digunakan apabila metode-metode lain seperti nasihat, petunjuk, dan bimbingan tidak berhasil untuk mewujudkan tujuan.

5.      Metode Persuasi

Metode persuasi adalah meyakinkan peserta didik tentang suatu ajaran dengan kekuatan akal. Penggunaan metode persuasi di dasarkan atas pandangan bahwa manusia adalah makhluk yang berakal. Artinya islam memerintahkan kepada manusia untuk menggunakan akalnya dalam membedakan antara yang benar dan salah serta atau yang baik dan buruk. Penggunaan metode persuasi ini dalam pendidikan islam menandakan bahwa pentingnya memperkenalkan dasar-dasar rasional dan logis kepada peserta didik agar mereka terhindar dari meniru yang tidak didasarkan pertimbangan rasional dan pengetahuan.

6.      Metode Kisah

Metode kisah merupakan salah satu upaya untuk mendidik murid agar mengambil pelajaran dari kejadian di masa lampau. Apabila kejadian tersebut merupakan kejadian yang baik, maka harus diikuti, sebaliknya apabila kejadian tersebut kejadian yang bertentangan dengan agama islam maka harus dihindari.

Metode ini sangat digemari khususnya oleh anak kecil, bahkan sering kali digunakan oleh seorang ibu ketika anak tersebut akan tidur. Apalagi metode ini disapaikan oleh orang yang pandai bercerita, akan menjadi daya tarik tersendiri. Namun perlu diingat bahwa kemampuan setiap murid dalam menerima pesan yang disampaikan sangat dipengaruhi oleh tingkat kesulitan bahasa yang digunakan. Oleh karena itu, hendaknya setiap pendidik bisa memilih bahasa yang mudah dipahami oleh setiap anak. Lebih lanjut an-Nahlawi menegaskan bahwa dampak pendidikan melalui kisah adalah:

a.       Kisah dapat mengaktifkan dan membangkitkan kesadaran pembaca tanpa cerminan kesantaian dan keterlambatan sehingga dengan kisah, setiap pembaca akan senantiasa merenungkan makna dan mengikuti berbagai situasi kisah tersebut sehingga pembaca terpengaruh oleh tokoh dan topic kisah tersebut.

b.      Interaksi kisah Qur’ani dan Nabawi dengan diri manusia dalam keutuhan realitasnya tercermin dalam pola terpenting yang hendak ditonjolkan oleh Al-Qur’an kepada manusia di dunia dan hendak mengarahkan perhatian pada setiap pola yang selaras dengan kepentingannya.

c.       Kisah-kisah Qur’ani mampu membina perasaan ketuhanan melalui cara-cara berikut :

1)      Mempengaruhi emosi, seperti takut, perasaan diawasi, rela dan lain-lain.

2)      Mengarahkan semua emosi tersebut sehingga menyatu pada satu kesimpulan yang menjadi akhir cerita.

3)      Mengikut sertakan unsur psikis yang membawa pembaca larut dalam setting emosional cerita, sehingga pembaca dengan emosinya, hidup bersama tokoh cerita.

4)      Kisah Qur’ani memiliki keistimewaan karena, melalui cerita, kisah dapat memuaskan pemikiran, seperti pemberian sugesti, keinginan, dan keantusiasan, perenungan dan pemikiran.[11]

Selain metode-metode tersebut di atas terdapat metode-metode lainnya antara lain metode amtsal, metode ibrah atau mauizah, metode tajribi (latihan pengalaman) dan metode hiwar.


[1] Fathiyah Hasan Sulaiman, Sistem Pendidikan Versi al-Ghozali, (Bandung: al-Ma’arif, 1986), cet 1 hlm. 66.

[2] Syahidin, Metode Pendidikan Qur’ani Teori dan Aplikasi, (Jakarta: CV Mizaka Galiza, 1999), Cet I, hlm. 135.

[3] Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, hlm. 178.

[4] Syekh Khalid bin Abdurrahman Al-‘Akk, Cara Islam Mendidik Anak, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2006), Cet. 1, hlm. 215.

[5] Opcit, hlm. 134.

[6] Dr. Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam, (Jakrta: Pustaka Amani, 1994), Cet. III, hlm. 208.

[7] Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam hlm. 182.

[8] Syekh Khalid bin Abdurrahman Al-‘Akk, Cara Islam Mendidik Anak, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2006), Cet. 1, hlm. 217.

[9] Syahidin, Metode Pendidikan, hlm. 121.

[10]Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, hlm. 197.

[11] Abdurrahman, An-Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam dalam Keluarga, Sekolah, dan Masyarakat, (Bandung: CV. Diponegoro, 1992), Cet II. Hlm. 242.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar