Metode Pendidikan Akhlak
Berbicara mengenai masalah pembinaan dan pembentukan
akhlak sama dengan berbicara mengenai tujuan pendidikan. Karena banyak sekali
dijumpai pendapat para ahli yang mengatakan tujuan pendidikan adalah
pembentukan dan pembinaan akhlak mulia.
Namun dalam kenyataannya di lapangan banyak usaha yang
telah dilakukan orang dalam membentuk akhlak yang mulia. Lahirnya
lembaga-lembaga pendidikan dalam rangka pembinaan akhlak akan semakin
memperkuat pendapat bahwa akhlak memang perlu dibina dan dilatih. Karena islam
telah memberikan perhatian yang besar dalam rangka membentuk akhlak mulia.
Akhlak yang mulia merupakan cermin dari keimanan yang bersih. Dalam Kamus Umum
Bahasa Indonesia, metode diartikan dengan cara yang teratur dan terpikirkan
baik-baik untuk mencapai suatu maksud. Adapun metode pendidikan adalah :
1.
Metode Keteladanan
Metode keteladanan yaitu suatu metode pendidikan
dengan cara memberikan contoh yang baik kepada peserta didik, baik di dalam
ucapan maupun perbuatan.[2]
Keteladanan merupakan salah satu metode pendidikan
yang diterapkan Rasulullah dan paling banyak pengaruhnya terhadap keberhasilan
menyampaikan misi dakwahnya. Ahli pendidikan banyak yang berpendapat bahwa pendidikan
dengan teladan merupakan metode yang paling berhasil guna. Abdullah Ulwan
misalnya sebagaimana yang dikutip oleh Hery
Noer Aly mengatakan bahwa pendidik akan merasa mudah mengkomunikasikan
pesannya secara lisan. Namun anak akan merasa kesulitan dalam memahami pesan
itu apabila pendidiknya tidak memberi contoh tentang pesan yang disampaikannya.[3]
Hal ini disebabkan karena secara psikologis anak adalah seorang peniru yang
ulung. Murid-murid cenderung meneladani gurunya dan menjadikannya sebagai tokoh
identifikasi dalam segala hal.
Teladan yang baik dianggap sebagai pengaruh paling
penting dan paling dalam dari pendidikan dalam islam.Keteladanan yang baik bisa
membangun seseorang, dan keteladanan yang jahat bisa menghancurkan nya. Karena
keteladanan yang baik merupakan salah satu cara untuk memperoleh kemuliaan dan
contoh hidup bagi pelaku dasar yang mulia dalam kehidupan, maka islam
menjadikannya sebagai media untuk meningkatkan kualitas masyarakat islam ke
tingkat perilaku yang sempurna.[4]
2.
Metode Pembiasaan
Pembiasaan menurut M.D Dahlan seperti dikutip oleh
Hery Noer merupakan proses penanaman kebiasaan.Sedang kebiasaan (habit) adalah
cara bertindak yang persistent, uniformdan hampir-hampir otomatis (hampir tidak
disadari oleh pelakunya).[5]
Pembiasaan tersebut dapat dilakukan untuk membiasakan
pada tingkah laku, keterampilan, kecakapan dan pola pikir. Pembiasaan ini
bertujuan untuk mempermudah melakukannya. Karena seseorang yang telah mempunyai
kebiasaan tertentu akan dapat melakukannya dengan mudah dan senang hati. Bahkan
sesuatu yang telah di biasakan dan akhirnya menjadi kebiasaan dalam usia muda
itu sulit untuk dirubah dan akan tetap berlangsung sampai hari tua. Maka
diperlukan terapi dan pengendalian diri yang sangat serius untuk dapat
merubahnya.
Abdullah Nashih Ulwan mengatakan bahwa pendidikan
dengan metode pengajaran dan pembiasaan adalah termasuk prinsip utama dalam
pendidikan dan merupakan metode paling efektif dalam pembentukan akidah dan
pelurusan akhlak anak. Sebab pendidikan ini didasarkan pada perhatian dan
pengikutsertaan, didirikan atas dasar targhib dan tarhib serta bertolak dari
bimbingan serta pengarahan. Mendidik dan membiasakan anak sejak kecil adalah
upaya yang paling terjamin berhasil dan memperoleh buah yang sempurna.
Sedangkan mendidik dan melatih setelah anak berusia dewasa, maka jelas di
dalamnya terdapat kesulitan-kesulitan bagi orang-orang yang hendak mencari
keberhasilan dan kesempurnaan.[6]
3.
Metode Memberi Nasihat
Abdurrahman Al-Nahlawi sebagaiman dikutip oleh Hery Noer Aly mengatakan bahwa yang
dimaksud dengan nasihat adalah penjelasan kebenaran dan kemaslahatan dengan
tujuan menghindarkan orang yang dinasehati dari bahaya serta menunjukkannya ke
jalan yang mendatangkan kebahagiaan dan manfaat.[7]
Dalam metode memberi nasihat ini pendidik mempunyai
kesempatan yang luas untuk mengarahkan peserta didik kepada berbagai kebaikan
dan kemaslahatan umat. Diantaranya dengan menggunakan kisah-kisah Qur’ani, baik
kisah Nabawi maupun umat terdahulu yang banyak mengandung pelajaran yang dapat
dipetik.
Metode memberi nasehat mendapat peranan yang besar
dalam pendidikan islam, karena kedudukannya sebagai media terpenting dalam
pendidikan yang berpengaruh dalam membentuk keimanan anak dan dalam
mempersiapkan moral, psikologi dan sosialnya.[8]
4.
Metode Motivasi dan Intimidasi
Metode motivasi dan intimidasi dalam bahasa arab
disebut dengan uslub al-targhib wa
al-tarhib atau metode targhib dan tarhib. Targhib berasal dari kata raggaba
yang berarti menyenangi, menyukai dan mencintai. Kemudian kata itu dirubah
menjadi kata benda targhib yang mengandung makna suatu harapan untuk memperoleh
kesenangan, kecintaan dan kebahagiaan yang mendorong seseorang sehingga timbul
harapan dan semangat untuk memperolehnya.[9]
Metode ini akan sangat efektif apabila dalam penyampaiannya menggunakan bahasa
yang menarik dan meyakinkan pihak yang mendengar. Oleh hendaknya pendidik bisa
meyakinkan muridnya ketika menggunakan metode ini. Namun sebaliknya apabila
bahasa yang digunakan kurang meyakinkan maka akan membuat murid tersebut malas
memperhatikannya.
Sedangkan tarhib berasal dari kata rahhaba yang
berarti menakut-nakuti atau mengancam. Menakut-nakuti dan mengancam sebagai
akibat melakukan dosa atau kesalahan yang dilarang Allah atau akibat lengah
dalam menjalankan kewajiban yang diperintah Allah. Penggunaan metode motivasi
sejalan dengan apa yang ada dalam psikologi belajar disebut sebagai law of happiness atau prinsip yang
mengutamakan suasana menyenangkan dalam belajar.[10] Sedang
metode intimidasi dan hukuman baru digunakan apabila metode-metode lain seperti
nasihat, petunjuk, dan bimbingan tidak berhasil untuk mewujudkan tujuan.
5.
Metode Persuasi
Metode persuasi adalah meyakinkan peserta didik
tentang suatu ajaran dengan kekuatan akal. Penggunaan metode persuasi di
dasarkan atas pandangan bahwa manusia adalah makhluk yang berakal. Artinya
islam memerintahkan kepada manusia untuk menggunakan akalnya dalam membedakan
antara yang benar dan salah serta atau yang baik dan buruk. Penggunaan metode
persuasi ini dalam pendidikan islam menandakan bahwa pentingnya memperkenalkan
dasar-dasar rasional dan logis kepada peserta didik agar mereka terhindar dari
meniru yang tidak didasarkan pertimbangan rasional dan pengetahuan.
6.
Metode Kisah
Metode kisah merupakan salah satu upaya untuk mendidik
murid agar mengambil pelajaran dari kejadian di masa lampau. Apabila kejadian
tersebut merupakan kejadian yang baik, maka harus diikuti, sebaliknya apabila
kejadian tersebut kejadian yang bertentangan dengan agama islam maka harus
dihindari.
Metode ini sangat digemari khususnya oleh anak kecil,
bahkan sering kali digunakan oleh seorang ibu ketika anak tersebut akan tidur.
Apalagi metode ini disapaikan oleh orang yang pandai bercerita, akan menjadi
daya tarik tersendiri. Namun perlu diingat bahwa kemampuan setiap murid dalam
menerima pesan yang disampaikan sangat dipengaruhi oleh tingkat kesulitan
bahasa yang digunakan. Oleh karena itu, hendaknya setiap pendidik bisa memilih
bahasa yang mudah dipahami oleh setiap anak. Lebih lanjut an-Nahlawi menegaskan
bahwa dampak pendidikan melalui kisah adalah:
a.
Kisah dapat mengaktifkan dan
membangkitkan kesadaran pembaca tanpa cerminan kesantaian dan keterlambatan
sehingga dengan kisah, setiap pembaca akan senantiasa merenungkan makna dan mengikuti
berbagai situasi kisah tersebut sehingga pembaca terpengaruh oleh tokoh dan
topic kisah tersebut.
b.
Interaksi kisah Qur’ani dan Nabawi
dengan diri manusia dalam keutuhan realitasnya tercermin dalam pola terpenting
yang hendak ditonjolkan oleh Al-Qur’an kepada manusia di dunia dan hendak
mengarahkan perhatian pada setiap pola yang selaras dengan kepentingannya.
c.
Kisah-kisah Qur’ani mampu membina
perasaan ketuhanan melalui cara-cara berikut :
1)
Mempengaruhi emosi, seperti takut,
perasaan diawasi, rela dan lain-lain.
2)
Mengarahkan semua emosi tersebut
sehingga menyatu pada satu kesimpulan yang menjadi akhir cerita.
3)
Mengikut sertakan unsur psikis
yang membawa pembaca larut dalam setting emosional cerita, sehingga pembaca
dengan emosinya, hidup bersama tokoh cerita.
4)
Kisah Qur’ani memiliki
keistimewaan karena, melalui cerita, kisah dapat memuaskan pemikiran, seperti
pemberian sugesti, keinginan, dan keantusiasan, perenungan dan pemikiran.[11]
[1]
Fathiyah Hasan Sulaiman, Sistem
Pendidikan Versi al-Ghozali, (Bandung: al-Ma’arif, 1986), cet 1 hlm. 66.
[2]
Syahidin, Metode Pendidikan Qur’ani Teori
dan Aplikasi, (Jakarta: CV Mizaka Galiza, 1999), Cet I, hlm. 135.
[3]
Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam,
hlm. 178.
[4]
Syekh Khalid bin Abdurrahman Al-‘Akk, Cara
Islam Mendidik Anak, (
[5]
Opcit, hlm. 134.
[6]
Dr. Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan
Anak Dalam Islam, (Jakrta: Pustaka Amani, 1994), Cet. III, hlm. 208.
[7] Hery
Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam hlm.
182.
[8]
Syekh Khalid bin Abdurrahman Al-‘Akk, Cara
Islam Mendidik Anak, (
[9]
Syahidin, Metode Pendidikan, hlm. 121.
[10]Hery
Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, hlm.
197.
[11]
Abdurrahman, An-Nahlawi, Prinsip-Prinsip
dan Metode Pendidikan Islam dalam Keluarga, Sekolah, dan Masyarakat, (
Tidak ada komentar:
Posting Komentar