Bagaimana Konsep Pendidikan Anak

KONSEP PENDIDIKAN ANAK   A.     Pengertian Pendidikan Anak Istilah pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu pada term a l ...

Rabu, 05 Mei 2021

Fungsi dan Tujuan Pondok Pesantren

 

Fungsi Pondok Pesantren

Fungsi pesantren pada awal berdirinya sampai dengan kurun sekarang telah mengalami perkembangan.Visi, posisi, dan persepsinya terhadap dunia luar telah berubah. Laporan Syarif dkk, Menyebutkan bahwa pesantren pada massa yang paling awal (masa Syaikh Mualana Malik Ibrahim) berfungsi sebagai pusat pendidikan dan penyiaran agama Islam. Kedua fungsi ini sangat menunjang.Pendidikan dapat dijadikan bekal dalam mengumandangkan dakwah sedang dakwah bisa dimanfaatkan sebagai sarana dalam membangun sistem pendidikan.Jika ditelusuri akar sejarah berdirinya   sebagai kelanjutan dari pengembangan dakwah, sebenarya fungsi edukatif pesantren adalah sekadar membonceng misi dakwah.Misi dakwah Islamiyah inilah yang mengakibatkan terbangunya sistem pendidikan. Pada masa walisongo, unsur dakwah lebih dominan dibanding unsur  pendidikan. Saridjo dkk, mencatat bahwa fungsi pesantren pada kurun walisongo adalah sebagai pencetak calon ulama dan mubaligh yang militant dalam menyiarkan agama Islam.[1]

Sebagai lembaga dakwah, pesantren berusaha mendekati masyarakat. Pesantren bekerja sama dengan mereka dalam mewujudkan pembangunan. Sejak semula pesantren terlibat aktif dalam mobilisasi pembanguan sosial masyarakat desa.Warga pesantren telah terlatih melaksanakan pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat khususnya, sehingga terjalin hubungan yang harmonis antara santri dan masyarakat, antara kiai dan kepala desa. Oleh karena itu, menurut Ma’sum fungsi pesantren semula mencangkup tiga aspek yaitu :

a.       Fungsi Religius (diniyyah)

b.      Fungsi Sosial (ijtimaiyyah)

c.       Fungsi Edukasi (tarbawiyyah)

Ketiga fungsi ini masih berlangsung hingga sekarang, adapun fungsi alin adalah sebagai lembaga pembinaan moral dan cultural.A wahid Zaeni menegaskan bahwa disamping lembaga pendidikan, pesantren juga sebagai lembaga pembinaan moral dan cultural, baik dikalangan para santri maupun santri dengan masyarakat.Kedudukan ini memberikan isyarat bahwa penyelenggaraan keadilan sosial melalui pesantren lebih banyak menggunakan pendekatan cultural.[2]

Tujuan Pondok Pesantren

Berbicara tujuan pendidikan ponpes, kita perlu mengingat kembali hiterico filosofis berdirinya pondok, oleh itu tujuan tidak terlepas dari hal tersebut.

Sebagaimana kita ketahui bahwa pondok pesantren adalah suatu  lembaga pendidikan  swasta yang didirikan oleh perseorangan (kiai) sebagai figure sentral yang berdaulat menetapkan tujuan pendidikan pondoknya adalah mempunyai tujuan tidak tertulis yang berbeda-beda.[3]

Mastuhu menjelaskan bahwa tujuan utama pesantren adalah untuk mencapai hikmah atau wisdom (kebijaksanaan) berdasarkan pada ajaran Islam yang dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman tentang arti kehidupan serta realisasi dari peran-peran dan tanggung jawab sosial. Setiap santri diharapkan menjadi orang yang wise (bijaksana) dalam menyikapi kehidupan ini. Dalam bahasa pesantren,  wise  bisa dipacai ketika santri menjadi seorang yang ‘alim, dan nasyir al-‘ilm.[4]

Akan tetapi, untuk menciptakan rumusan formal dan tujuan pondok pesantren yang integral, komprehensif, atau total meliputi segala  jenis pondok dalam hubungannya dengan masa pembangunan sekarang, harus tidak lepas dari cita-cita/ tujuan bangsa kita sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dan pasal (3) pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[5]

Jadi jelaslah bahwa Negara kita menghendaki agar semua rakyat Indonesia dididik menjadi manusia pancasila yang sebenar-benarnya.  Dengan demikian perlu adanya  perumusan tujuan yang berfisat integrated yang dapat menampung cita-cita  Negara dan ulama. Maka demikian tujjuan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :

a.       Tujuan Umum

“Membentuk mubaligh-mubaligh indonesia berjiwa Islam yang pancasialis yang bertaqwa, yang mampu baik rohaniah maupun jasmaniah mengamalkan ajaran agama Islam bagi kepentingan kebahagiaan hidup diri sendiri, keluarga, masyarakat dan bangsa serta Negara Indonesia.[6]

b.      Tujuan khusus/ Intermedianer

1)      Membina suasana hidup keagamaan dalam pondok pesantren sebaik mungkin sehingga terkesan pada jiwa anak didiknya (santri).

2)      Memberikan pengertian keagamaan melalui pengajaran ilmu agama islam.

3)      Mengembangkan sikap beragama melalui praktek-praktek ibadah.

4)      Mewujudkan ukhuwah Islamiah dalam pondok pesantren dan sekitarnya.

5)      Memberikan pendidikan ketrampilan, civic, kesehatan, serta olahraga kepada anak didik.

6)      Mengusahakan terwujudnya segala fasilitas dalam pondok pesantren yang memungkinkan pencapaian tujuan umum tersebut.[7]

Tujuan pendidikan merupakan bagian terpadu dari faktor-faktor pendidikan. Tujuan termasuk kunci keberhasilan pendidikan, disamping faktor-faktor lainya terkait : pendidik, peserta didik, alat pendidikan, dan lingkungan pendidikan. Keberadaan empat faktor ini, tidak ada artinya bila tidak diarahkan oleh suatu tujuan.[8]

3.      Pondok Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan

Pengembangan apapun yang dilakukan  dan dijalani oleh pesantren tidak mengubah cirri pokoknya sebagai lembaga pendidikan dalam arti luas. Ciri inilah yang menjadikanya tetap dibutuhkan oleh masyarakat.Disebut dalam arti luas, karena tidak semua pesantren menyelenggarakan madrasah, sekolah, dan kursus seperti yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan diluarnya.Keteraturan pendidikan didalamnya terbentuk karena pengajian yang bahanya diatur sesuai urutan perjenjangan kitab.Perjenjangan itu diterapkan secara turun-temurun membentuk tradisi kurikuler yang terlihat dari segi standar isi, kualifikasi pengajar, dan santri lulusanya.[9]

Tradisi itu jelas menunjuk kepada pewarisan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Tradisi ini tidak dapat dilihat sebagai sesuatu yang mandek atau negative, melainkan harus juga dilihat sebagai keberhasilan para ulama dalam membangun standar dalam pembelajaran agama di pesantren yang terbukti dapat diterapkan sampai kurun waktu yang lama dan menjangkau kawasan yang sangat luas. Dimanapun pesantren didikan tidak perlu menunggu banyak tenaga ahli untuk memulai kegiatan pembelajaran.Bahkan cukup dengan seorang kiai, sebuah pesantren sudah dapat dirintis dan memberikan manfaat bagi umat.[10]

Sebagai lembaga pendidikan umum, pesantren menghadapi persoalan komposisi muatan kurikulum, biasanya yang  dipilih  adalah 70%:30% unutk muatan keagamaan dan non keagamaan atau 50%:50%. Persoalan komposisi ini juga terjadi pada pesantren yang membuka jalur kejujuran.[11]



[1]Mujamil qomar, op, cit., hlm. 22.

[2]Ibid, hlm. 23

[3] Muzayyin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009), hlm. 237

[4] M. Dian Nafi’ dkk, Praktis Pembelajaran Pesantren, (Yogyakarta: ITD Yayasan Selasih, 2007), hlm. 49.

[5] Arwan Arifin, Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional dalam UU SISDIKNAS, (Jakarta: Ditjen Kelembagaan Agama Islam Depag, 2003), hlm. 37.

[6]Loc, cit.,

[7]Ibid,

[8]Ibid, hlm. 238.

[9] M. Dian Nafi’ dkk, op, cit. , hlm. 12.

[10]Ibid, hlm. 13.

[11]Ibid, hlm. 14.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar