Fungsi Pondok Pesantren
Fungsi
pesantren pada awal berdirinya sampai dengan kurun sekarang telah mengalami
perkembangan.Visi, posisi, dan persepsinya terhadap dunia luar telah berubah.
Laporan Syarif dkk, Menyebutkan bahwa pesantren pada massa yang paling awal
(masa Syaikh Mualana Malik Ibrahim) berfungsi sebagai pusat pendidikan dan
penyiaran agama Islam. Kedua fungsi ini sangat menunjang.Pendidikan dapat
dijadikan bekal dalam mengumandangkan dakwah sedang dakwah bisa dimanfaatkan
sebagai sarana dalam membangun sistem pendidikan.Jika ditelusuri akar sejarah
berdirinya sebagai kelanjutan dari
pengembangan dakwah, sebenarya fungsi edukatif pesantren adalah sekadar
membonceng misi dakwah.Misi dakwah Islamiyah inilah yang mengakibatkan
terbangunya sistem pendidikan. Pada masa walisongo, unsur dakwah lebih dominan
dibanding unsur pendidikan. Saridjo dkk,
mencatat bahwa fungsi pesantren pada kurun walisongo adalah sebagai pencetak
calon ulama dan mubaligh yang militant dalam menyiarkan agama Islam.[1]
Sebagai
lembaga dakwah, pesantren berusaha mendekati masyarakat. Pesantren bekerja sama
dengan mereka dalam mewujudkan pembangunan. Sejak semula pesantren terlibat
aktif dalam mobilisasi pembanguan sosial masyarakat desa.Warga pesantren telah
terlatih melaksanakan pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat khususnya,
sehingga terjalin hubungan yang harmonis antara santri dan masyarakat, antara
kiai dan kepala desa. Oleh karena itu, menurut Ma’sum fungsi pesantren semula
mencangkup tiga aspek yaitu :
a.
Fungsi Religius (diniyyah)
b.
Fungsi Sosial (ijtimaiyyah)
c.
Fungsi Edukasi (tarbawiyyah)
Ketiga
fungsi ini masih berlangsung hingga sekarang, adapun fungsi alin adalah sebagai
lembaga pembinaan moral dan cultural.A wahid Zaeni menegaskan bahwa disamping
lembaga pendidikan, pesantren juga sebagai lembaga pembinaan moral dan
cultural, baik dikalangan para santri maupun santri dengan masyarakat.Kedudukan
ini memberikan isyarat bahwa penyelenggaraan keadilan sosial melalui pesantren
lebih banyak menggunakan pendekatan cultural.[2]
Tujuan Pondok Pesantren
Berbicara
tujuan pendidikan ponpes, kita perlu mengingat kembali hiterico filosofis berdirinya
pondok, oleh itu tujuan tidak terlepas dari hal tersebut.
Sebagaimana
kita ketahui bahwa pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan swasta yang didirikan oleh perseorangan
(kiai) sebagai figure sentral yang berdaulat menetapkan tujuan pendidikan
pondoknya adalah mempunyai tujuan tidak tertulis yang berbeda-beda.[3]
Mastuhu
menjelaskan bahwa tujuan utama pesantren adalah untuk mencapai hikmah atau wisdom
(kebijaksanaan) berdasarkan pada ajaran Islam yang dimaksudkan untuk meningkatkan
pemahaman tentang arti kehidupan serta realisasi dari peran-peran dan tanggung
jawab sosial. Setiap santri diharapkan menjadi orang yang wise
(bijaksana) dalam menyikapi kehidupan ini. Dalam bahasa pesantren, wise
bisa dipacai ketika santri menjadi seorang yang ‘alim, dan nasyir
al-‘ilm.[4]
Akan
tetapi, untuk menciptakan rumusan formal dan tujuan pondok pesantren yang
integral, komprehensif, atau total meliputi segala jenis pondok dalam hubungannya dengan masa
pembangunan sekarang, harus tidak lepas dari cita-cita/ tujuan bangsa kita
sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun
2003 tentang sistem pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dan
pasal (3) pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.[5]
Jadi
jelaslah bahwa Negara kita menghendaki agar semua rakyat Indonesia dididik
menjadi manusia pancasila yang sebenar-benarnya. Dengan demikian perlu adanya perumusan tujuan yang berfisat integrated
yang dapat menampung cita-cita Negara
dan ulama. Maka demikian tujjuan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :
a.
Tujuan Umum
“Membentuk
mubaligh-mubaligh indonesia berjiwa Islam yang pancasialis yang bertaqwa, yang
mampu baik rohaniah maupun jasmaniah mengamalkan ajaran agama Islam bagi
kepentingan kebahagiaan hidup diri sendiri, keluarga, masyarakat dan bangsa
serta Negara Indonesia.[6]
b.
Tujuan khusus/ Intermedianer
1)
Membina suasana hidup keagamaan dalam pondok pesantren
sebaik mungkin sehingga terkesan pada jiwa anak didiknya (santri).
2)
Memberikan pengertian keagamaan melalui
pengajaran ilmu agama islam.
3)
Mengembangkan sikap beragama melalui
praktek-praktek ibadah.
4)
Mewujudkan ukhuwah Islamiah dalam pondok
pesantren dan sekitarnya.
5)
Memberikan pendidikan ketrampilan, civic,
kesehatan, serta olahraga kepada anak didik.
6)
Mengusahakan terwujudnya segala fasilitas dalam
pondok pesantren yang memungkinkan pencapaian tujuan umum tersebut.[7]
Tujuan
pendidikan merupakan bagian terpadu dari faktor-faktor pendidikan. Tujuan
termasuk kunci keberhasilan pendidikan, disamping faktor-faktor lainya terkait
: pendidik, peserta didik, alat pendidikan, dan lingkungan pendidikan.
Keberadaan empat faktor ini, tidak ada artinya bila tidak diarahkan oleh suatu
tujuan.[8]
3.
Pondok Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan
Pengembangan
apapun yang dilakukan dan dijalani oleh
pesantren tidak mengubah cirri pokoknya sebagai lembaga pendidikan dalam arti
luas. Ciri inilah yang menjadikanya tetap dibutuhkan oleh masyarakat.Disebut
dalam arti luas, karena tidak semua pesantren menyelenggarakan madrasah,
sekolah, dan kursus seperti yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan
diluarnya.Keteraturan pendidikan didalamnya terbentuk karena pengajian yang
bahanya diatur sesuai urutan perjenjangan kitab.Perjenjangan itu diterapkan
secara turun-temurun membentuk tradisi kurikuler yang terlihat dari segi
standar isi, kualifikasi pengajar, dan santri lulusanya.[9]
Tradisi itu jelas menunjuk kepada pewarisan
dari satu generasi ke generasi berikutnya. Tradisi ini tidak dapat dilihat
sebagai sesuatu yang mandek atau negative, melainkan harus juga dilihat sebagai
keberhasilan para ulama dalam membangun standar dalam pembelajaran agama di
pesantren yang terbukti dapat diterapkan sampai kurun waktu yang lama dan
menjangkau kawasan yang sangat luas. Dimanapun pesantren didikan tidak perlu
menunggu banyak tenaga ahli untuk memulai kegiatan pembelajaran.Bahkan cukup
dengan seorang kiai, sebuah pesantren sudah dapat dirintis dan memberikan
manfaat bagi umat.[10]
Sebagai lembaga pendidikan umum, pesantren
menghadapi persoalan komposisi muatan kurikulum, biasanya yang dipilih
adalah 70%:30% unutk muatan keagamaan dan non keagamaan atau 50%:50%.
Persoalan komposisi ini juga terjadi pada pesantren yang membuka jalur
kejujuran.[11]
[1]Mujamil
qomar, op, cit., hlm. 22.
[2]Ibid,
hlm. 23
[3]
Muzayyin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009),
hlm. 237
[4] M.
Dian Nafi’ dkk, Praktis Pembelajaran Pesantren, (Yogyakarta: ITD Yayasan
Selasih, 2007), hlm. 49.
[5]
Arwan Arifin, Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional dalam UU SISDIKNAS,
(Jakarta: Ditjen Kelembagaan Agama Islam Depag, 2003), hlm. 37.
[6]Loc,
cit.,
[7]Ibid,
[8]Ibid,
hlm. 238.
[9] M.
Dian Nafi’ dkk, op, cit. , hlm. 12.
[10]Ibid,
hlm. 13.
[11]Ibid,
hlm. 14.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar